PENDIDIKAN MENURUT MOHAMMAD
SYAFEI
A.
Profil
Mohammad Syafei
Mohammad
Syafei lahir tahun 1893 di Ketapang (Kalimantan Barat) dan diangkat jadi anak
oleh Ibarahim Marah Sutan dan ibunya Andung Chalijah, kemudian dibawah pindah
ke Sumatra Barat dan menetap Bukit Tinggi. Marah Sutan adalah seorang pendidik
dan intelektual ternama. Dia sudah mengajar di berbagai daerah di nusantara,
pindah ke Batavia pada tahun 1912 dan aktif dalam Indische Partij.
Pendidikan
yang ditempuh Moh. Syafei adalah sekolah raja di Bukit tinggi, dan kemudian
belajar melukis di Batavia (kini Jakarta), sambil mengajar di Sekolah Kartini.
Pada tahun 1922 Moh. Syafei menuntut ilmu di Negeri Belanda dengan biaya
sendiri. Di sini ia bergabung dengan "Perhimpunan Indonesia", sebagai
ketua seksi pendidikan.
Di
negeri Belanda ini ia akrab dengan Moh. Hatta, yang memiliki banyak kesamaan
dan karakteristik dan gagagasan dengannya, terutama tentang pendidikan bagi
pengembangan nasionalisme di Indonesia. Dia berpendapat bahwa agar gerakan
nasionalis dapat berhasil dalam menentang penjajahan Belanda, maka pendidikan
rakyat haruslah diperluas dan diperdalam. Semasa di negeri Belanda ia pernah
ditawari untuk mengajar dan menduduki jabatan di sekolah pemerintah. Tapi
Syafei menolak dan kembali ke Sumatara Barat pada tahun 1925. Ia bertekad
mendirikan sebuah sekolah yang dapat mengembangkan bakat murid-muridnya dan
disesuaikan dengan kebutuhan rakyat Indonesia, baik yang hidup di kota maupun
di pedalaman.
Mohamad
Syafei mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama Indonesische Nederland School
(INS) pada tanggal 31 oktober 1926. Di Kayu Tanam, sekitar 60 km di sebelah
Utara Kota Padang. Sekolah ini didirikan di atas lahan seluas 18 hektar dan
dipinggir jalan raya Padang Bukit Tinggi. Ia menolak subsidi untuk sekolahnya, seperti
halnya Thawalib dan Diniyah, tapi ia membiaya sekolah itu dengan menerbitkan
buku-buku kependidikan yang ditulisnya. Sumber keuangan juga berasal dari
sumbangan-sumbangan yang diberikan ayahnya dan simpatisan-simpatisan serta dari
berbagai acara pengumpulan dana seperti mengadakan pertunjukan teater, pertandingan
sepak bola, menerbitkan lotere dan menjual hasil karya seni buatan
murid-muridnya. Pengajaran di dalam kelas menggunanakan bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris sebagai pelajaran bahasa asing yang pokok, ditekan pada pelajaran-pelajaran
yang akan terpakai oleh murid-murid apabila mereka kelak kembali.
B.
Filosofi
Pendidikan Menurut Mohammad Syafei (INS Kayu Tanam)
INS
Kayu Tanam didirikan pada tanggal 31 Oktober 1926, sebagai reaksi terhadap
sistem pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda. (dikutip
dari: M. Syafei, Sejarah INS Kayu Tanam, Harian
Angkatan Bersenjata Edisi Padang, 2 November 1966, hal. 1)
Reaksi
yang demikian di Sumatera Barat juga menunjukkan dirinya dengan nyata dalam
berbagai gerakan. INS Kayu Tanam merupakan salah satu bentuk gerakan tersebut,
yang lahir sebagai reaksi bangsa Indonesia di Sumatera Barat melalui M. Syafei
dalam bidang pendidikan. (dikutip dari: Abdul-Mukthi A.H, Panji
Masyarakat, Yayasan Nurul Islam, Jakarta, 1966, No. 41,hal.41)
M.
Syafei mempunyai pandangan bahwa Pergerakan Nasional Indonesia hanya akan
berhasil mencapai tujuannya dengan cepat dan tepat, karena kemerdekaan tidak
mungkin diperoleh dengan beberapa orang pemimpin saja, tetapi harus didukung
oleh seluruh rakyat. Oleh karena itu, rakyat juga harus ikut berjuang dan agar perjuangan
dapat mencapai tujuan, maka rakyat perlu ditingkatkan kecerdasannya. Untuk
meningkatkan kecerdasan rakyat, pendidikan harus ditingkatkan pula, yaitu
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan perjuangan mencapai Indonesia Merdeka.
Dalam
hal ini M. Syafei mengatakan sebagai berikut:
".......
kami mendapat keyakinan bahwa partai politik baru kuat, kalau
anggota-anggotanya mempunyai idiologi politik, kalau tidak demikian tidak akan
bisa menghadapi penjajahan dengan baik. Keyakinan ini mendorong kami untuk
mendirikan perguruan, dimana dilakukan pembentukan kader-kader untuk gerakan
Nasional Indonesia, mencapai tujuan, yaitu Kemerdekaan.") (dikutip dari: Abdul-Mukthi A.H, Panji
Masyarakat, Yayasan Nurul Islam, Jakarta, 1966, No. 41,hal.41)
Keyakinan
INS Kayu Tanam yang selalu dipegang teguh oleh M. Syafei dalam melola INS dari
tahun ke tahun, dengan rasa:
a)
Mendidik rakyat kearahkemerdekaan.
b)
Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
c)
Mendidik pemuda-pemuda supaya berguna bagi masyarakat.
d)
Menanamkan kepercayaan pada diri sendiri dan berani bertanggungjawab.
e)
Tidak mau menerima bantuan yang mengikat. (dikutip dari: Aliran-aliran
Baru dalam Pendidikan dan pengajaran, Percetakan Dagang Usaha,Payakumbuh, 1958,
hal. 91)
Semboyan
M. Syafei adalah "cari sendiri dan kerja sendiri. (dikutip dari: Aliran-aliran Baru dalam
Pendidikan dan pengajaran, Percetakan Dagang Usaha,Payakumbuh, 1958, hal. 91)
Tujuan
pertama dari INS yaitu mendidik rakyat ke arah kemerdekaan, merupakan landasan
keyakinan M. Syafei untuk mendirikan INS. Apabila rakyat Indonesia telah
mengerti arti kemerdekaan dan dapat melihat kehidupan rakyat terjajah, maka
mereka akan ikut secara sadar dalam setiap gerakan mencapai Indonesia Merdeka.
Melalui pendidikan rakyat dapat mempunyai idiologi politik dan dapat mengetahui
sasaran untuk diperjuangkan. Pendidikan kemerdekaan yang diberikan M. Syafei
melalui INS adalah kemerdekaan dalam arti yang luas, yaitu kemerdekaan
berfikir, berbuat, menentukan pilihan, dan berpikir berdasarkan kenyataan.
INS
juga memberikan pendidikan yang sesuai dengan masyarakat, yang bertentangan
dengan tujuan pendidikan pemerintah Hindia Belanda yang hanya ingin mendapatkan
tenaga terdidik yang murah untuk kepentingan mereka. M. Syafei menyadari,
walaupun jumlah sekolah banyak didirikan Belanda, tetapi pada hakikatnya adalah
untuk kepentingan mereka. Cara tradisional dalam menyelenggarakan pendidikan
dengan tujuan intelektualistis semata, tidaklah sesuai dengan perkembangan jiwa
anak Indonesia. Sistem tersebut hanya akan mendidik anak Indonesia menjadi
robot pemerintah Hindia Belanda yang melaksanakan kepentingan Belanda di
Indonesia. Otak anak didik hanya diisi dengan bermacam pengetahuan yang
kegunaannya bagi kehidupan masyarakat Indonesia belum tentu manfaatnya. Dasar pendidikan tersebut jauh berbeda dengan
kenyataan hidup masyarakat Indonesia, pendidikan yang diselenggarakan Belanda
tidak sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia. Hal inilah yang akan diubah
oleh M. Syafei melalui INS.
Bahan
pelajaran yang diberikan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang hidup
dalam masyarakat Indonesia, di samping teori yang mendasari ilmu pengetahuan
tersebut, prakteknya diberikan dengan seimbang. Dengan demikian apabila
tingkatan teori kurang tinggi dapat diimbangi oleh praktik yang baik. Dengan
dasar pandangan yang demikian INS melaksanakan secara seimbang antara teori dan
praktik dengan tujuan akhir diletakkan pada kemampuan untuk melaksanakan teori
tersebut sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Di samping itu
pelajaran diberikan sesuai dengan harus dipupuk dengan baik dan diberikan
latihan yang sesuai supaya dapat dikembangkan secara optimal.
M.
Syafei ingin menghilangkan penyakit pendidikan pada waktu itu, yaitu
verbalisme.
Verbalisme
dalam pendidikan akan menghasilkan anak ibarat orang membuat kue, bagaimana
bentuk cetakannya begitulah bentuk kuenya. Sistem pendidikan yang begini akan
menghasilkan manusia yang sempit alam fikirannya atau akan menghasilkan anak
didik yang serba tanggung menghadapi kehidupan masyarakat dan pendidikan yang
demikian tidak berguna dan tidak dibutuhkan masyarakat. Anak didik dilatih
dengan bekerja sambil belajar, kecerdasan berpikir anak didik dengan cara ini
dapat dikembangkan seluas-luasnya, karena mereka dibiasakan bekerja dengan
teratur, intensif, dan kreatif. Penyakit verbalisme dapat dihilangkan secara
berangsur, sehingga setiap pendidikan bermanfaat bagi masyarakat.
Tujuan
lain INS yaitu menanamkan kepercayaan pada diri sendiri dan berani bertanggung
jawab, merupakan tujuan pendidikan INS yang penting bagi masyarakat Indonesia
pada waktu itu. Sistem ini akan memupuk kepribadian anak didik dengan
kepribadian Indonesia, bukan kepribadian Barat. Anak didik akan mempunyai jiwa
yang dinamis, percaya pada diri sendiri, berani berbuat, dan berani bertanggung
jawab. Dengan tujuan ini M. Syafei akan membentuk kepribadian anak didik sesuai
dengan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia.
INS
berusaha mendidik supaya anak dapat berdiri sendiri dalam keadaan yang
bagaimanapun. Tujuan ini merupakan reaksi langsung terhadap sistem pendidikan
pemerintah Hindia Belanda yang selalu membuat hasil didikannya tergantung
kepada mereka.
Segala
bantuan yang akan mengikat tidak boleh diterima, karena kerja sendiri, dan
usaha sendiri. Untuk mencapai tujuan tersebut dilaksanakan dengan sistem
belajar sambil bekerja. M. Syafei berusaha membangkitkan watak yang baik
terhadap anak didiknya di samping aktif, kreatif dan efisien dalam bekerja.
Bahan serta alat pelajaran diambilkan dari lingkungan dan mudah memperolehnya.
Anak didik dibiasakan bekerja dengan alat sederhana untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Kenyataan
yang berlaku pada waktu itu dalam dunia pendidikan yaitu pendidikan yang
bersifat umum dan intelektualistis, hanya mementingkan kecerdasan otak semata
dan kurang memperhatikan serta membina bakat yang dimiliki anak didik.
Terpengaruh oleh cita-cita Dewey dengan pragmatisme dan Kerschensteiner dengan
Arbeitschule serta didorong oleh keinginan sendiri bahwa Tuhan tidak sia-sia
menjadikan manusia dan alam lainnya, maka segala sesuatu yang dilakukan oleh
manusia mesti berguna sesuai dengan kodrat kejadian bumi dan isinya oleh Tuhan.
Kalau sekiranya manusia dan alam lainnya itu tidak berguna, hal itu disebabkan
karena manusia itu sendiri yang tidak pandai mempergunakannya. (dikutip dari: Kementerian Penerangan, Republik
Indonesia, Propinsi Sumatera Tengah hal .778)
C. Prinsip Pendidikan Menurut
Mohammad Syafei (INS Kayu Tanam)
Prinsip
pertama yang dipegang teguh oleh M. Syafei dalam pendidikannya adalah
"belajar, bekerja, dan berbuat". Apabila murid hanya mendengarkan
saja ilmu pengetahuan yang diajarkan guru melalui kata-kata yang kadang-kadang
tidak dimengerti, tidak akan
berguna bagi murid karena mereka tidak tahu dan tidak akan
pandai mempergunakan pengetahuan tersebut dalam kehidupannya atau untuk
memperbaiki tingkat kehidupannya kelak di kemudian hari sesudah tamat belajar.
Murid hanya akan dipenuhi oleh bermacam pengetahuan yang tinggi dan
muluk-muluk, tetapi apabila sudah memasuki kehidupan masyarakat yang
sesungguhnya mereka akan bingung dan serba tanggung, sebab mereka tidak pandai
mempergunakan ilmu yang banyak mereka miliki itu. Dengan demikian ilmu yang telah
diperoleh tidak bermanfaat bagi murid, dan orang lain, ibarat sepotong emas
yang terbenam di dalam lumpur.
Sistem
pendidikan yang demikian hanya akan membuat murid menjadi orang suka meniru,
karena sudah dibiasakan barang siapa yang pandai menirukan apa yang dikatakan
gurunya, dialah yang akan mendapatkan nilai yang tinggi atau dianggap tinggi
prestasinya. Orang yang berprestasi demikian di dalam kelas, dalam masyarakat
belum tentu berhasil. Pendidikan yang demikian akan melahirkan bangsa yang suka
meniru tanpa berpikir dan bangsa itu tidak akan dapat menjadi bangsa yang
besar. Bangsa yang demikian tergantung hidupnya terhadap bangsa lain, tidak
dapat mengambil inisiatif sendiri.
M.
Syafei menghendaki supaya pendidikan itu didapat melalui pengalaman yang
terus-menerus untuk dapat membentuk kebiasaan. Supaya kebiasaan yang akan
diperoleh murid sesuai dengan yang diharapkan, maka pendidikan yang akan
dialaminya itulah yang diarahkan. Kurikulum sekolah harus disesuaikan dengan
kebiasaan murid yang diharapkan itu. Kebiasaan yang sudah membaku
pada diri seorang murid, menyebabkan
mereka terbiasa pula berpikir secara terpola, karena kebiasaan yang sudah
membaku itu didapatnya melalui pengalaman yang sudah direncanakan terlebih
dahulu. Jadi, dengan memberikan pengalaman dengan berulang-ulang akan
menimbulkan kebiasaan dan kebiasaan ini akan menimbulkan cara berpikir yang
lebih aktif, karena pikirannya sudah biasa dilatih melalui pengalaman yang
terarah secara terus-menerus.
Supaya
anak berpikir secara aktif dan kritis, bagi M. Syafei nilai anak didiknya tidak
menjadi masalah yang nomor satu. Yang diutamakan adalah bagaimana proses kerja
untuk mencapai hasil tersebut. Melalui pengalaman suatu proses kerja yang telah
dilalui dan diketahui dengan baik dapat pula dipergunakan untuk mengerjakan hal
lain yang sejenis. Lebih diharapkan apabila proses kerjanya baik dan hasil
kerjanya juga baik. Dengan demikian M. Syafei mempergunakan dalam sistem pendidikannya
proses kerja yang baik dengan hasil yang baik.
Pengalaman,
kebiasaan, dan berpikir aktif serta kritis yang paling tepat dilatih melalui
pekerjaan tangan kata M. Syafei, bukan dengan pelajaran yang melulu
mengutamakan teori saja.
Pekerjaan
tangan dapat diberikan dalam berbagai-bagai bentuk dan cara, seperti
menggambar, kerajinan tangan, bertukang, dan sebagainya. Tentu saja
pemberiannya kepada murid harus dilihat tingkatan umurnya, makin rendah umur
murid makin rendah dan sederhana tingkat kesukaran pekerjaan tangan yang
diberikan kepadanya.
Menurut
M. Syafei pada setiap manusia terdapat tiga hal pokok yang dapat dikembangkan
untuk mendidik manusia itu ke arah yang dikehendaki, yaitu: melihat (45%),
mendengar (25%) dan bergerak (35%). Apabila melihat saja yang dilatih selama
masa pendidikan, murid akan merupakan orang yang tidak berdaya dalam kehidupan
masyarakat di kemudian hari, karena mereka tidak akan dapat berbuat. Begitu
juga dengan mendengar saja, akan membentuk manusia peniru yang baik tanpa
kesadaran. Sebaliknya apabila unsur bergerak yang dikembangkan berarti
sekaligus ketiga unsur itu dikembangkan, karena untuk dapat bekerja dan berbuat
orang harus dapat melihat dan mendengar. Dengan bekerja dan berbuat dalam
pendidikan sekaligus dapat mengembangkan seluruh pancainderanya dengan aktif.
Dalam
sistem pendidikan semacam ini tugas guru hanya sebagai pengontrol saja sesudah
memberi tahukan bagaimana proses mengerjakannya, sedangkan dalam proses
pengerjaannya seluruhnya tergantung kepada aktivitas murid sendiri. Murid
diberikan kebebasan untuk mengerjakan, boleh sama dengan yang diajarkan guru
dan boleh juga berbeda sama sekali. Yang penting adalah bahwa proses
pengerjaannya harus benar dan tepat. Dengan demikian murid akan terbiasa
bekerja secara aktif, efektif, dan efisien mengingat waktu yang diberikan untuk
mengerjakan sesuatu terbatas.
Dengan
sistem yang demikian M. Syafei berusaha menanamkan watak yang teguh dan
pendirian yang kuat terhadap murid-muridnya serta merupakan pekerja yang ulet
dan pantang menyerah. Hal demikianlah yang menyebabkan tamatan INS selalu
berhasil dalam setiap bidang usahanya dalam masyarakat.
Pengalaman
yang diberikan M. Syafei terhadap anak didiknya bukan saja dalam proses belajar
mengajar, tetapi juga dalam setiap kegiatan murid selama mereka belajar di INS.
Proses belajar sudah dimulai waktu murid bangun tidur di pagi hari. Dia harus
membersihkan tempat tidurnya serapi mungkin sebelum ke luar pergi mandi,
selimut harus dilipat, tempat tidur harus dirapikan, dan sesudah itu baru mandi
dan sembahyang. Sesudah itu membersihkan kamar dan mempersiapkan sarapan,
piring dan gelas harus dicuci sendiri sesudah makan. Dengan demikian ditanamkan
pendidikan untuk hidup sendiri, bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang
telah dilakukannya dan dengan sendirinya ikut menjamin ketenteraman hidup orang
lain.
Dalam
pelajaran di sekolah juga dilakukan demikian, misalnya dalam masalah
pertukangan. Sebelum murid memulai pelajarannya, mereka harus memeriksa alat
pertukangan yang akan dipergunakannya terlebih dahulu, apakah ada yang rusak
atau kotor yang akan dapat mengganggu kelancaran pekerjaan/pelajaran, misalnya
dalam membuat sebuah kursi. Guru hanya menjelaskan bagaimana cara membuat kursi
dan alat apa saja yang dapat dipergunakan serta bagaimana mempergunakan alat
tersebut. Mula-mula guru membuat sebuah disain kursi, artinya apa yang mau
dikerjakan harus direncanakan terlebih dahulu, tidak boleh asal bekerja saja,
karena hasilnya tidak akan baik dan memenuhi kebutuhan. Sesudah itu murid
disuruh mengerjakan menurut gambar masing-masing. Yang diutamakan bukanlah
hasilnya, tetapi bagaimana proses pengerjaan kursi tersebut dari awal sampai
selesai. Guru hanya mengawasi. saja dalam waktu yang telah ditetapkan. Sesudah
selesai bekerja murid harus membersihkan alat pertukangannya dan memperbaiki
yang rusak sesudah itu disimpan pada tempatnya kembali dengan rapi. Begitu juga
dilakukan terhadap mata pelajaran lainnya sesuai dengan sifat dan jenis
pekerjaannya.
Dengan
pengalaman demikian, murid bukan saja mendapat pengetahuan teori dan praktik,
tetapi juga tentang bagaimana merawat dan memelihara alat yang dipergunakan.
Murid dibiasakan membuat rencana, mengetahui pelaksanaannya, dan dapat merawat
sesuatu yang mereka kerjakan secara efisien dan praktis. Apabila pengalaman
yang demikian sudah menjadi kebiasaan dan mendarah daging dalam kehidupan murid
sehari-hari akan sangat membantunya nanti dalam menghadapi kehidupan masyarakat
yang sesungguhnya. Kebiasaan yang demikian juga menimbulkan cara berpikir yang
teratur pula. Sistem pendidikan INS prinsipnya adalah pendidikan harus
diberikan melalui pengalaman sendiri dan melalui pengalaman itu akan terbentuk
kebiasaan yang akan membentuk kepribadian murid yang berwatak teguh dan
berpendirian kuat. Kebiasaan itu juga akan membentuk cara berpikir yang
terpola. Hal itu semua paling tepat diberikan melalui mata pelajaran pekerjaan
tangan dengan bekerja sambil belajar.
Nasionalisme
Mohammad
Syafei mendasarkan konsep pendidikannya pada nasionalisme dalam arti konsep dan
praktik penyelenggara pendidikan INS kayu tanam
didasarkan pada cita-cita menghidupkan jiwa bangsa Indonesia dengan cara
mempersenjatai dirinya dengan alat daya upaya yang dinamakan aktif kreatif
untuk menguasai alam semangat nasionalisme.
Mohammad
Syafei dipengaruhi oleh pandangan-pandangan Cipto Mangunkusumo dan Douwes
Dekker dan Perhimpunan di negeri Belanda. Semangat nasionalismenya yang sedang
tumbuh menimbulkan pertanyaan, mengapa bangsa Belanda yang jumlahnya sedikit
dapat menguasai bangsa Indonesia yang jumlahnya sangat besar. Pertanyaan ini
dapat dipecahkan setelah berada dan hidup tengah tengah masyarakat Belanda. Ternyata
faktor alam dan lingkungan masyarakat mempengaruhi jiwa manusia. Bagaimanakah bangsa
Indonesia dapat menguasai alam yang kaya raya dengan berbagai macam mineral, dengan
tanah yang subur? Hal ini dapat terwujud melalui sistem pendidikan yang dapat
mengembangkan jiwa bangsa yang aktif kreatif.
Dengan
sistem ini, anak-anak sejak kecil sudah dilatih mempergunakan akal pikiran
mereka yang didorong olah kemauan yang kuat untuk menciptakan sesuatu yang
berguna bagi kehidupan manusia. Jelas kiranya bahwa nasionalisme Mohammad
Syafei adalah nasionalime pragmatis yang didasarkan pada agama, yaitu
nasionalisme yang tertuju pada membangun bangsa melalui pendidikan agama
menjadi bangsa yang pandai berbuat untuk kehidupan manusia atas segala sesuatu
yang diciptakan oleh Tuhan. Mohammad Syafei menyatakan bahwa Tuhan tidak
sia-sia menciptakan manusia dan alam lainnya. Tiap-tiapnya mesti berguna dan
kalau ini tidak berguna hal itu disebabkan karena kita yang tidak pandain
menggunakannya.
Developmentalisme
Pandangan
pendidikan Mohammad Syafei sangat dipengaruhi oleh aliran Develomentalisme,
terutama oleh gagasan sekolah kerja yang dikembangkan John Dewey dan George
Kerschensteiner, serta pendidikan alam sekitar yang dikembangkan Jan
Ligthar.John Dewey berpendapat bahwa pendidikan bahwa pendidikan terarah pada
tujuan yang tidak berakhir, pendidikan merupakan sesuatu yang terus
berlangsung, suatu rekonstruksi pengalaman yang terus bertambah. Tujuan
pendidikan sebagaimana adanya, terkandung dalam proses pendidikan, dan seperti
cakrawala, tujuan pendidikan yang dibayangkan ada sebelum terjadinya proses pendidikan
ternyata tidak pernah dicapai seperti cakrawala yang tidak pernah terjangkau. Oleh
karena itu, seperti yang dinyatakan oleh John Dewey, rekonstruksi pengalaman
kita harus diarahkan pada mencapai efesiensi sosial, dengan demikian pendidikan
harus merupakan proses sosial.
Sekolah
yang baik harus aktif dan dinamis, dengan demikian anak belajar melalui
pengalamannya dalam hubungan dengan orang lain. Sehubungan dengan hal ini, John
Dewey menyatakan bahwa pendidikan anak adalah hidup itu sendiri. Disini pertumbuhannya
terus bertambah, setiap pencapaian perkembangan menjadi batu loncatan bagi
perkembangan selanjutnya. Oleh karena itu, proses pendidikan merupakan salah
satu bentuk penyesuain diri yang terus menerus berlangsung. Dalam proses
tersebut berlangsung proses psikologis (perubahan tingkah laku yang tertuju
pada tingkah laku yang canggih, terencana dan bertujuan) dalam proses
sosiologis (perubahan adat istiadat ,sikap kebiasaan dan lembaga) yang tidak
terpisahkan.
Pandangan John Dewey bahwa pendidikan harus tertuju pada efisiensi sosial, atau kemanfaatan pada kehidupan sosial; dan belajar berbuat atau belajar melalui pengalaman langsung yang lebih dikenal dengan sebutan learning by doing, mempunyai pengaruh besar terhadap konsep pendidikan Muhammad Syafei. George Kerschensteiner mendirikan Arbeit schule atau sekolah Aktivitas. Ia mengartikan sekolah aktivitas sebuah sekolah yang membebaskan tenaga kreatif potensial dari anak. Pada awalnya Kerschensteiner memperkenalkan prinsip aktivitas untuk bidang-bidang industri dan pekerjaan tangan, kemudian memperluasnya pada aspek-aspek tingkah laku mental dan moral. Menurut Kerschensteiner, tugas utama pendidikan adalah pengembangan warga negara yang baik dan sekolah aktivitasnya berusaha mendidik warga negara yang berguna dengan jalan:
Pandangan John Dewey bahwa pendidikan harus tertuju pada efisiensi sosial, atau kemanfaatan pada kehidupan sosial; dan belajar berbuat atau belajar melalui pengalaman langsung yang lebih dikenal dengan sebutan learning by doing, mempunyai pengaruh besar terhadap konsep pendidikan Muhammad Syafei. George Kerschensteiner mendirikan Arbeit schule atau sekolah Aktivitas. Ia mengartikan sekolah aktivitas sebuah sekolah yang membebaskan tenaga kreatif potensial dari anak. Pada awalnya Kerschensteiner memperkenalkan prinsip aktivitas untuk bidang-bidang industri dan pekerjaan tangan, kemudian memperluasnya pada aspek-aspek tingkah laku mental dan moral. Menurut Kerschensteiner, tugas utama pendidikan adalah pengembangan warga negara yang baik dan sekolah aktivitasnya berusaha mendidik warga negara yang berguna dengan jalan:
1. Membimbing anak untuk bekerja menghidupi
dirinya sendiri;
2.
Menanamkan dalam dirinya gagasan bahwa setiap pekerjaan mempunyai tempatnya
masing-masing dalam memberi pelayanan kepada masyarakat.
3.
Mengajarkan kepada anak bahwa melalui pekerjaannya, ia akan memberi sumbangan
dalam turut serta membantu masyarakat untuk kearah suatu kehidupan bersama
lebih sempurna.
Gagasan
dan model sekolah yang dikembangkan Kersschenteiner sangat mempengaruhi konsep
dan praktik pendidikan Mohammad Syafei di INS Kayu
Tanam.
D.
Aplikasi Pendidikan Menurut
Mohammad Syafei (INS Kayu Tanam)
Kurikulum
Kurikulum yang dikembangkan Moh.
Syafei merupakan kurikulum untuk pendidikan dasar. Meskipun demikian, untuk
tahun-tahun awal sekolah dasar ia menghendaki kurikulum nya berupa materi pendidikan
prasekolah. Contohnya kegiatan bermain main dengan pasir, kertas dan lain-lain
mendapat perhatian istimewa. Dengan demikian dari segi ini kurikulum pendidikan
dasar.
Beberapa mata pelajaran dibahas Syafei
secara khusus, yaitu bahasa ibu, menggambar, membersihkan sekolah dan kelas,
berkebun dan bemain-main.
Metode
Pendidikan
1.Sekolah Kerja
Pemikiran Syafei tentang pendidikan
banyak dipengaruhi oleh pemikiran pendidikan awal abad 20 di Eropa, yaitu
pemikiran pendidikan yang dikembangkan berdasarkan konsep sekolah kerja atau
sekolah hidup atau sekolah masyarakat.
Menurut konsep ini sekolah hendaknya tidak mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat. Untuk itu Syafei mengutip pemikiran Guning: "sebagian sekolah, karena kesalahannya sendiri dan ada pula sebagian yang tidak salah, telah mengasingkan diri dari kehidupan sejati dan telah membentuk dunianya sendiri. Mengukur segala-galanya menurut pahamnya sendiri. Selama hal itu tidak berubah, maka sekolah tidak dapat memenuhi kewajibannya. Ia selalu memaksakan kehendaknya sendiri kepada masyarakat yang seharusnya ia mengabdi kepada masyarakat. Pada tempatnyalah." Sekolah cara baru "bukan saja menghendaki sekolah kerja, tetapi akan berubah menjadi "Sekolah Hidup" atau "Sekolah Masyarakat".
Menurut konsep ini sekolah hendaknya tidak mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat. Untuk itu Syafei mengutip pemikiran Guning: "sebagian sekolah, karena kesalahannya sendiri dan ada pula sebagian yang tidak salah, telah mengasingkan diri dari kehidupan sejati dan telah membentuk dunianya sendiri. Mengukur segala-galanya menurut pahamnya sendiri. Selama hal itu tidak berubah, maka sekolah tidak dapat memenuhi kewajibannya. Ia selalu memaksakan kehendaknya sendiri kepada masyarakat yang seharusnya ia mengabdi kepada masyarakat. Pada tempatnyalah." Sekolah cara baru "bukan saja menghendaki sekolah kerja, tetapi akan berubah menjadi "Sekolah Hidup" atau "Sekolah Masyarakat".
2.Pekerjaan tangan
Berdasarkan pemikiran di atas ia
menghendaki guru mengaktifkan pengajaran, maksudnya membuat murid menjadi aktif
dalam proses pengajaran. Metode dari pengajaran demikan ialah pekerjaan tangan.
3.Produksi/kreasi
Dalam menjelaskan metode tangan ini, ia berkali-kali menggunakan konsep-konsep respsi, reproduksi, dan produksi atau kreasi. Resepsi produksi adalah metode lama, anak sebagai objek dan pasif, serta umumnya verbalistis. Sedangkan metode produksi ini, anak diberi kesempatan untuk aktif berbuat atau mencipta.
Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman berbuat yang melibatkan emosi, pemikiran, dan tubuh. Secara umum dapat dikatakan bahwa pengajaran hendaknya mengupayakan aktivitas seoptimal mungkin pada siswa. Pengajaran jangan terperangkap dan berhenti dalam bentuk reseptif dan reproduktif.
Dasar pendidikan yang dikembangkan
oleh Moh. Syafei adalah kemasyarakatan, keaktifan, kepraktisan, serta berpikir
logis dan rasional. Berkenan dengan itulah maka isi pendidikan yang
dikembangkannya adalah bahan-bahan yang dapat mengembangkan pikiran, perasaan,
dan ketrampilan atau yang dikenal dengan istilah 3 H, yaitu Head, Heart dan
Hand. Implikasi terhadap pendidikan adalah:
1. Mendidik anak-anak agar mampu berpikir secara
rasional
2. Mendidik anak-anak agar mampu
bekerja secara teratur dan bersungguh-sungguh.
3. Mendidik anak-anak agar menjadi manusia yang berwatak baik.
4. Menanamkan rasa cinta tanah air.
3. Mendidik anak-anak agar menjadi manusia yang berwatak baik.
4. Menanamkan rasa cinta tanah air.
5. Mendidik anak agar mandiri tanpa
tergantung pada orang lain.
Dalam pelajaran, anak hendaknya menjadi subjek (pelaku) bukan dikenai (objek). Dengan menjadi subjek, seluruh tubuh anak terlibat, juga emosi, dan pemikiran dan daya khayalnya. Keasyikan emosi, dan spontanitas anak ketika bermain hendaknya dapat dialihkan ke dalam proses belajar mengajar. Peranan guru adalah sebagai manajer, belajar yang mengupayakan bagaimana menciptakan siatuasi agar siswa menjadi aktif berbuat. Dengan demikian, guru juga berperan sebagai fasilator belajar yang memperlancar aktivitas anak dalam belajar. Guru yang demikian dituntut untuk memahami anak sebagai makhluk yang selalu bergerak dan memahami psikologi belajar, serta psikologi perkembangan.
E. Peranan
Pendidikan Menurut Mohammad Syafei (INS Kayu Tanam) dalam Perkembangan
Pendidikan di Indonesia Saat Ini
Terdapat berbagai usaha yang dilakukan
oleh Mohammad Syafei dan kawan-kawan dalam mengembangkan gagasan dan berupaya
mewujudkannya, baik yang berkaitan dengan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam maupun
tentang pendidikan dan perjuangan/pembangunan bangsa Indonesia pada umumnya.
Peranan pendidikan INS Kayu Tanam
terlihat dalam beberapa usaha yang dilakukan oleh Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
yang dalam bidang kelembagaan antara lain menyelenggarakan berbagai jenjang
pendidikan, seperti ruang rendah (7 tahun, setara SD untuk masa sekarang),
ruang dewasa (4 tahun sesudah ruang rendah, setara sekolah menengah untuk masa
sekarang), dan sebagainya. Terdapat pula program khusus untuk menjadi guru,
yakni tambahan satu tahun setelah ruang dewasa untuk pembekalan kemampuan
mengajar dan praktik mengajar (Said, 1981: 57-69).
Dalam perkembangan pendidikan di
Indonesia saat ini, sudah banyaknya sekolah-sekolah yang memasukan materi atau
unsur ketrampilan-kerajinan (menggambar, pekerjaan tangan dan sejenisnya) dalam
setiap mata pelajaran menandakan bahwa pandangan M. Syafei memang sesuai dengan
tujuan dari pemberian pendidikan kepada anak-anak Indonesia.
Selain itu Ruang Pendidik INS Kayu
Tanam juga menyelenggarakan usaha lain sebagai bagian dari mencerdaskan
kehidupan bangsa, yakni penerbitan Sendi
(majalah anak-anak), buku bacaan dalam rangka pemberantasan buta huruf/aksara
dan angka dengan judul Kunci 13,
mencetak buku-buku pelajaran dan lain-lain. Usaha-usaha ini berperan besar bagi
perkembangan pendidikan di Indonesia saat ini, karena merupakan awal tonggak
untuk masyarakat Indonesia mulai sadar bahwa pentingnya pendidikan dan juga
masih selalu terjadi program-program pemberantasan buta huruf/aksara hingga
saat ini untuk mencapai warga negara Indonesia yang berpendidikan sesuai dengan
cita-cita luhur pancasila.
KESIMPULAN
Mohammad
Syafei adalah tokoh pendidikan nasional yang berasal dari Sumatra Barat,
perjuangan beliau juga dititik beratkan pada bidang pendidikan. Pendidikan yang
ditempuhnya adalah sekolah raja di Bukittinggi, kemudian belajar melukis di Batavia
tahun 1914 dan mengajar di sekolah Kartini. Tahun 1922 ia menuntuk ilmu di
Negeri Belanda. Tahun 1925 ia kembali ke tanah air dan bertekad ingin
mendirikan sebuah sekolah. Karyanya yang fundamental adalah mendirikan sebuah
sekolah yang diberi nama Indonesische Nederland School (INS) di Kayu Tanam,
Sumatra Barat pada tanggal 31 Oktober 1926. Saat Indonesia merdeka ia diangkat
menjadi ketua Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan dan mendirikan ruang
pendidikan dan kebudayaan di Padang. Disamping itu Moh.Syafei pernah diangkat
menjadi menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam kabinet Syahril II, serta pernah menjadi angggota DPA.
Filsafat
pendidikan Moh.Syafei mendasarkan konsep pendidikannya pada nasionalisme dalam
arti konsep dan praktik penyelenggara pendidikan INS Kayu
Tanam didasarkan pada cita-cita menghidupkan jiwa bangsa Indonesia dengan cara
mempersenjatai dirinya denan alat daya upaya yang dinamakan aktif kreatif untuk
pmenguasai alam.
Pandangan
pendidikan Moh.Syafei sangat dipengaruhi oleh aliran Devolepmentalisme,
terutama oleh gagasan sekolah kerja yang dikembangkan oleh John Dewey dan
George Kerschensteiner, serta pendidikan alam sekitar yang dikembangkan oleh Jan
Ligthart.
Fungsi
pendidikan menurut Moh.Syafei adalah membantu manusia keluar sebagai pemenang
dalam perkembangan kehidupan dan persaingan dalam penyempurnaan hidup lahir dan
batin antar bangsa (Thalib Ibrahim,1978:25).
Manusia
dan bangsa yang dapat bertahan ialah manusia dan bangsa yang dapat mengikuti
perkembangan masyarakat atau zamannya. Tujuan pendidikan dan pengajaran adalah
membentuk secara terus menerus kesempurnaan lahir dan batin anak dapat
mengikuti perkemangan masyarakat yang selalu mengalami perubahan dan kemajuan.
Kurikulum yang dikembangkan adalah kurikulum pendidikan dasar dan beberapa mata
pelajran yang khusus. Sedangkan metode pendidikannya adalah sekolah kerja, pekerjaan
tangan dan produksi kreasi. Dasar pendidikan yang dikembangkannya adalah
kemasyarakatan, keaktifan, kepraktisan serta berpikir logis dan rasional.
Mendidik
anak agar mampu bekerja secara teratur dan bersungguh-sungguh, menjadi anak
yang berwatak baik dan mandiri. Dalam pelajaran anak diperlakukan sebagai
subjek bukan objek. Guru berperan sebagai manajer dan fasilitator untuk menciptakan situasi agar
siswa aktif berbuat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul-Mukthi
A.H, Panji Masyarakat, Yayasan Nurul Islam, Jakarta, 1966, No. 41,hal.41
Aliran-aliran
Baru dalam Pendidikan dan pengajaran, Percetakan Dagang Usaha,Payakumbuh, 1958,
hal. 91
Kementerian
Penerangan, Republik Indonesia, Propinsi Sumatera Tengah hal .778
M.
Syafei, Sejarah INS Kayu Tanam, Harian Angkatan Bersenjata Edisi Padang, 2
November 1966, hal.1
http://penghilang-tato-aman.blogspot.com/2013/05/obat-penghilang-penghapus-tato-rxluquid.html
BalasHapusmasih adakah Buku Filosofi Pendidikan Menurut Muhammad Syafei.. kalau ada bisa pesan dan berapa ongkir ke Padang, atau ada di INS Kayu Tanam. Syukran...
BalasHapussaya mecari buku tentang salah satu tokoh pendidikan muhammad syafei, tolong infonya ya terimakasih
BalasHapusthank you for your information
BalasHapusEssen Ikan Tawes Aroma Udang
asw
BalasHapusAyah saya kebetulan bersekolah di INS Kayutanam pada masa Jepang dan awal kenerdekaan, almarhum menuliskan otobiografi yg isinya antara lain detail tentang INS dan Angku M Syafei. Bila ada yg membutuhkan cerita tsb silahkan email saya di ardi.tamin@gmail.com krn tulisan almarhum tidak dipublikasikan.
wass
terima kasih atas ilmu nya pak
BalasHapusTerimakasih atas informasi ilmunya pak
BalasHapus