BAB II
PEMBAHASAN
Hakikat
Neuropedagogis
Ada tiga istila secara harfiah. Neuro, berarti sel syaraf otak. Dalam konteks ini, bagaimana sel-sel tersebut mencatat atau merekam informasi di sekitar kita setelah mendapatkan stimulus. Menurut para ahli neuro science, sel syaraf otak kita menerima 4 juta item informasi per detiknya. Informasi itu masuk ke dalam alam pikir kita melalui peran sel-sel syaraf atau akson. Menurut Pasiak (2004) dalam otak manusia terdapat akson yang berfungsi sebagai pemberi pesan dalam tubuh kita. Akson setelah menerima stimulus dari luar dan diproses melalui dua cara:1) sinyal listrik dan 2) sinyal kimiawi (neurotransmitter). Dengan proses listrik dan biokimiawi inilah informasi yang jumlahnya jutaan itu dicatat dan direkam. Sangat kompleks yang kita rekam, dari apa yang kita lihat, dengar, dan raba/pegang hingga apa yang kita baui dan kita rasakan melalui panca indera. Dengan kata lain, neuro berarti bagaimana sel-sel syaraf otak menerima informasi. Semua yang kita sensing melalui panca indera itu, pencatannya membutuhkan kebahasaan (linguistic) sebagai alat bantu. Inilah unsur kedua dari pengertian harfiah NLP, yakni linguistic. Tanpa bahasa otak kita tidak bisa mereprentasikan, tidak bisa menggambarkan apa kita alami. Contoh betapa bahasa akan memudahkan kita untuk merepresentasikan sesuatu peristiwa agar pikiran mudah mencatat/merekamnya. seseorang mengalami sebuah peristiwa makan pagi misalnya. Tentunya seseorang tersebut dapat melihat (potret makan pagi) dalam pikirannya. Sehingga dapat merasakannya: enak, menyenangkan, membauinya dan mendengarkan tegukan air minumnya.
Ada tiga istila secara harfiah. Neuro, berarti sel syaraf otak. Dalam konteks ini, bagaimana sel-sel tersebut mencatat atau merekam informasi di sekitar kita setelah mendapatkan stimulus. Menurut para ahli neuro science, sel syaraf otak kita menerima 4 juta item informasi per detiknya. Informasi itu masuk ke dalam alam pikir kita melalui peran sel-sel syaraf atau akson. Menurut Pasiak (2004) dalam otak manusia terdapat akson yang berfungsi sebagai pemberi pesan dalam tubuh kita. Akson setelah menerima stimulus dari luar dan diproses melalui dua cara:1) sinyal listrik dan 2) sinyal kimiawi (neurotransmitter). Dengan proses listrik dan biokimiawi inilah informasi yang jumlahnya jutaan itu dicatat dan direkam. Sangat kompleks yang kita rekam, dari apa yang kita lihat, dengar, dan raba/pegang hingga apa yang kita baui dan kita rasakan melalui panca indera. Dengan kata lain, neuro berarti bagaimana sel-sel syaraf otak menerima informasi. Semua yang kita sensing melalui panca indera itu, pencatannya membutuhkan kebahasaan (linguistic) sebagai alat bantu. Inilah unsur kedua dari pengertian harfiah NLP, yakni linguistic. Tanpa bahasa otak kita tidak bisa mereprentasikan, tidak bisa menggambarkan apa kita alami. Contoh betapa bahasa akan memudahkan kita untuk merepresentasikan sesuatu peristiwa agar pikiran mudah mencatat/merekamnya. seseorang mengalami sebuah peristiwa makan pagi misalnya. Tentunya seseorang tersebut dapat melihat (potret makan pagi) dalam pikirannya. Sehingga dapat merasakannya: enak, menyenangkan, membauinya dan mendengarkan tegukan air minumnya.
Pedagogik berasal dari kata Yunani “paedos”, yang
berarti anak laki-laki, dan “agogos” artinya mengantar, membimbing. Jadi
pedagogic secara harfiah berari pembantu anak laki-laki pada jaman Yunani kuno,
yang pekerjaannya mengantarkan anak majikannya ke sekolah. Kemudian secara
kiasan pedagogik menurut seorang ahli, yaitu membimbing anak kearah tujuan
hidup tertentu. Menurut Prof. Dr. J. Hoogveld (Belanda) pedagogic adalah ilmu
yang mempelajari masalah membimbing anak kearah tujuan tertentu, yaitu supaya
ia kelak “mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya”. Jadi
pedagogic adalah ilmu pendidikan anak.
Langeveld (1980), membedakan istilah “pedagogic”
dengan istilah “pedagogi”. Pedagogic diartikan dengan ilmu pendidikan, lebih
menitik beratkan kepada pemikiran, perenungan tentang pendidikan. Suatu
pemikiran bagaimana kita membimbing anak, mendidik anak. Sedangkan istilah
pedagogi berarti pendidikan, yang lebih menekankan pada praktek, menyangkut
kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak.
Pedagogic merupakan suatu teori yang secara teliti,
krisis dan objektif, mengembangkan konsep-konsepnya mengenai hakekat manusia,
hakekat anak, hakekat tujuan pendidikan serta hakekat proses pendidikan.
Walaupun demikian, masih banyak daerah yang gelap sebagai “terraincegnita”
(daerah tak dikenal) dalam lapangan pendidikan, karena masalah hakekat hidup
dan hakekat manusia masih banyak diliputi oleh kabut misteri.
Dalam bahasa inggris istilah pendidikan dipergunakan
perkataan “education”, biasanya istilah tersebut dihubungkan dengan pendidikan
di sekolah, dengan alasan, bahwa disekolah tempatnya anak didik oleh para ahli
yang khusus mengalami pendidikan dan latihan sebagai profesi. Setelah muncul
dari beberapa pengertian tentang neuro dan pedagogis, dapat disimpulkan bahwa
neuropedagogis bisa disebut juga Neuroeducation yaitu Interdisipliner
yang menggabungkan bidang neurosience, psikologi dan pendidikan untuk
menciptakan peningkatan pengajaran metode dan kurikulum dalam penelitian dan
inisiatif untuk menggunakan penemuan tentang belajar , memori , bahasa ,
dan daerah lain. kognitif neuroscience bertujuan untuk
menginformasikan pendidik mengenai strategi terbaik untuk mengajar dan belajar.
Semakin banyak, guru ingin dan
perlu tahu tentang bagaimana siswa berpikir dan belajar. Ahli saraf, di sisi lain, ingin tahu
bagaimana bisa pertanyaan guru mendorong penelitian neuroscience. Dampak
post-modernism yang adalah wawasan tentang peta kompleksitas pemikiran dan
praktik intelektual yang kebenarannya bertolak dari rasio dan pengetahuan
melalui pengalaman menuntut kita memahami esensi pendidikan yang adalah
pengembangan penalaran tentang apa yang diketahui dan yang tidak diketahui.
Penggunaan fungsi
otak yang efektif dan efisien merupakan hasil dari proses interaktif yang
dinamis dengan lingkungan yang mencakup ciri-ciri fisik, mental, dan emosional
yang mengakibatkan integrasi yang terakselerasikan dari fungsi otak dan
berakibat terhadap pemekaran kemampuan manusia secara optimal (Semiawan, C,
2005).
Paradigma baru
kependidikan sebagai buah penelitian dalam penelitian neuroscience (Teagle,
1992) didasarkan pada asumsi bahwa manusia memiliki kemampuan tidak terbatas untuk
belajar (limitless capacity to learn) sehingga memiliki kemampuan yang luar
biasa untuk menciptakan hal-hal yang sifatnya baru.
Neuropedagogis
dan Kesulitan Belajar
Kesulitan
belajar atau learning disability yang
biasa juga disebut dengan istilah learning disorder atau learning difficulty
adalah salah satu kelainan yang membuat individu yang bersangkutan sulit untuk
melakukan kegiatan pembelajaran secara efektif (Martini:2010). Faktor yang
menjadi penyebab kesulitan belajar tidak mudah untuk ditetapkan karena faktor
tersebut bersifat kompleks, bahkan faktor tersebut tidak dapat diketahui akan
tetapi mempengaruhi kemampuan otak dalam enerima dan memproses imformasi dan
kemampuan dalam belajar dibidang-bidang studi tertentu.
Akan
tetapi kemudian ada dugaan para ahli bahwa salah satu penyebab dari kesulitan
belajar disebabkan oleh minimal brain dysfunction atau disfungsi otk
yang terjadi secara minimum. Oleh sebab itu, otak merupakan perangkat yang
penting dn berpengaruh terhadap keberhasilan manusia dalam melakukan berbagai
kegiatannya termasuk kegiatan belajar.
Hubungan
neuropedagogis dengan kesulitan belajar diantara susunan syaraf pusat yang
telah di teliti oleh Alfread Strauss, seorang Neurologist berkebangsaan Jerman
yang berimigrasi ke U.S.A pada akhir 1930. Ia menerangkan adanya hubungan
antara luka pada otak dengan penyimpangan di dalam perkembangan bahasa,
persepsi dan perilaku.
Selanjutnya,
strauss dan Lehtinen (1942) mengemukakan bahwa kerusakan yang terjadi pada otak
yang menjadi penyebab terjadinya kelainan persepsi visual dan auditif
menyebabkan terjadinya kesulitan di bidang bahasa, membaca, matematika, dan
bidang lainnya. Hasil penelitian strauss mendorong lahirnya ilmu yang disebut
neuropsychology.
Wittrock
(1978) dan Gordon (1983) adalah para ahli yang melakukan penelitian di bidang
neuropsychology dan hasil penelitian kedua tersebut mendukung hasil penelitian
yang telah dilakukan Strauss. Kedua ahli ini menyimpulkan bahwa belah otak
bagian kiri (left hemisphere) mengatur fungsi sequential linguistic (urutan linguistik) dan verbal task (tugas verbal). Sedangkan belah otak bagian kanan
(right hemisphere) mengatur auditory task
(tugas auditori, visual spatial task (tugas visual spatial) dan non verbal
activities (kegiatan non verbal). Kerusakan yang terjadi pada belahan otak
bagian kanan dan belahan otak bagian kiri menyebabkan kesulitan individu dalam
melaksanakan tugas-tugas belajar yang berkaitan dengan bahasa, visual dan
auditif.
Selama
bertahun-tahun berbagi ahli tergantung pada bergagai pendekatan yang lebih maju
dalam usahanya untuk mengukur fungsi neurologi dalam rangka mencari informasi
bahwa otak melakukan pelayanannya dengan berbagai fungsi yang dimilikinya dan
bagaimana struktur. Struktur otak individu yang mengalami cidera otak berbeda
dengan struktur otak individu yang tidak pernah mengalami kerusakan otak. Hasil
penelitian tersebut sampai saat ini masih tetap diakui, diantaranya 60 % - 70 %
individu yang kuat dalam fungsi belahan otak bagian kiri memiliki kemampuan yang
tinggi di bidang bahasa, sementara itu hanya 20 % - 30 % individu yang kuat
dalam fungsi belahan otak bagian kanan yang memiliki kemampuan dalam bidang
bahasa. (Ojemann, 1985)
Heir
dan teman-teman sejawatnya, seperti yang dikutip oleh Lovit (1989) melakukan
penelitian terhadap sejumlah penderita dyslexia dan ia menemukan bahwa
penderita dyslexia memiliki belahan otak kanan yang lebar dari pada belahan
otak kiri. Keadaan ini menjadi penyebab terjadinya kesulitan belajar membaca.
Dyslexia merupakan kondisi yang berkaitan dengan kemampuan membaca yang sangat
tidak memuaskan.
Individu
yang mengalami dyslexia memiliki IQ normal bahkan diatas normal, akan tetapi
memiliki kemampuan membaca 1 atau 1 ½ tingkat di bawah kemampuan IQ nya. Kasus
dyslexia dialami oleh 3%-6% dari jumlah penduduk. Namun kasus yang berkaitan dengan kesulitan membaca
yang tidak di golongkan ke dalam dyslexia kurang dari 50% dari jumlah penduduk.
(Child Development Insitute, 2008 : 1). Siswa yang mengalami kesulitan membaca
akan mengalami satu atau lebih kesulitan dalam memproses informasi, seperti
kemampuan dalam menyampaikan dan menerima informasi.
Neuropedagogis dan Brain Restoration
Menurut dr. Ratna Rosita, peran kesehatan dalam mengembangkan SDM berbasis otak dilakukan dengan mengoptimalkan upaya kesehatan otak dimulai dari sejak janin sampai lanjut usia. Sedangkan "Brain Development" adalah salah satu model pendekatan pengembangan pemberdayaan manusia berbasis otak untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas SDM.
Dalam Brain Development perkembangan otak manusia dilihat secara anatomis, secara molekuler, dan tentu secara psikologis.Yang dimaksud dengan perkembangan otak manusia secara anatomis adalah perkembangan otak manusia yang terdiri dari otak reptil, otak mamalia, dan otak neo cortex. Yang dimaksud secara molekuler adalah seperti syaraf, myelin, dendrite, hingga zat – zat yang terdapat di dalam otak. Yang dimaksud secara psikologis adalah proses kognitif, proses afektif, dan proses psikomotorik seseorang yang semuanya diatur di dalam otak. Proses brain development dibagi tiga, brain screening, brain stimulation, dan brain restoration. Brain selection atau brain screening adalah upaya penilaian potensi kecerdasan pada orang normal maupun sakit yang meliputi Penilaian potensi kecerdasan pada anak sampai lanjut usia; Penilaian potensi kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence) pada anak misalnya kecerdasan bahasa, kecerdasan matematika, ataupun kecerdasan lainnya; dan Penilaian kecerdasan kompeten pada dewasa/usia produktif. Tahapan selanjutnya atau Brain stimulation adalah upaya peningkatan kesehatan otak melalui pemberian rangsangan dengan tujuan mengoptimalkan potensi kecerdasan yang meliputi Stimulasi pada janin (dilakukan melalui brain booster, yaitu pemberian stimulasi dan nutrisi pengungkit otak untuk meningkatkan perkembangan otak janin melalui ibu hamil), Peningkatan kemampuan komunikasi anak dan remaja melalui komunikasi otak. Tahap Brain Restoration adalah upaya penanggulangan kerusakan otak melalui rangsangan potensi kecerdasan yang masih dimiliki untuk memaksimalkan potensi kecerdasan yang berbeda-beda tergantung pada usia. Brain restoration sebagai Stimulasi/rehabilitasi kognitif yang bertujuan untuk menanggulangi gangguan fungsi kecerdasan dan meningkatkan kualitas hidup penderita yang mengalami gangguan kognitif. Brain restoration yang dimaksud adalah rangkaian proses terapi, latihan atau kegiatan kepada seorang manusia yang mengalami cedera otak, penyakit, atau gangguan otak. Proses terapi, latihan atau kegiatan ini bekerja sama antara keluarga dan tenaga kesehatan professional. Tujuan dari prose terapi, latihan, atau kegiatan ini adalah bagaimana meringankan gangguan kognitif serta meningkatkan kemampuan hidup sehari – hari. Peningkatan kemampuan hidup sehari – hari, contohnya kemampuan untuk mengurus diri sendiri seperti mengkacing baju, dan sebagainya.
Neuropedagogis dan Brain Restoration
Menurut dr. Ratna Rosita, peran kesehatan dalam mengembangkan SDM berbasis otak dilakukan dengan mengoptimalkan upaya kesehatan otak dimulai dari sejak janin sampai lanjut usia. Sedangkan "Brain Development" adalah salah satu model pendekatan pengembangan pemberdayaan manusia berbasis otak untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas SDM.
Dalam Brain Development perkembangan otak manusia dilihat secara anatomis, secara molekuler, dan tentu secara psikologis.Yang dimaksud dengan perkembangan otak manusia secara anatomis adalah perkembangan otak manusia yang terdiri dari otak reptil, otak mamalia, dan otak neo cortex. Yang dimaksud secara molekuler adalah seperti syaraf, myelin, dendrite, hingga zat – zat yang terdapat di dalam otak. Yang dimaksud secara psikologis adalah proses kognitif, proses afektif, dan proses psikomotorik seseorang yang semuanya diatur di dalam otak. Proses brain development dibagi tiga, brain screening, brain stimulation, dan brain restoration. Brain selection atau brain screening adalah upaya penilaian potensi kecerdasan pada orang normal maupun sakit yang meliputi Penilaian potensi kecerdasan pada anak sampai lanjut usia; Penilaian potensi kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence) pada anak misalnya kecerdasan bahasa, kecerdasan matematika, ataupun kecerdasan lainnya; dan Penilaian kecerdasan kompeten pada dewasa/usia produktif. Tahapan selanjutnya atau Brain stimulation adalah upaya peningkatan kesehatan otak melalui pemberian rangsangan dengan tujuan mengoptimalkan potensi kecerdasan yang meliputi Stimulasi pada janin (dilakukan melalui brain booster, yaitu pemberian stimulasi dan nutrisi pengungkit otak untuk meningkatkan perkembangan otak janin melalui ibu hamil), Peningkatan kemampuan komunikasi anak dan remaja melalui komunikasi otak. Tahap Brain Restoration adalah upaya penanggulangan kerusakan otak melalui rangsangan potensi kecerdasan yang masih dimiliki untuk memaksimalkan potensi kecerdasan yang berbeda-beda tergantung pada usia. Brain restoration sebagai Stimulasi/rehabilitasi kognitif yang bertujuan untuk menanggulangi gangguan fungsi kecerdasan dan meningkatkan kualitas hidup penderita yang mengalami gangguan kognitif. Brain restoration yang dimaksud adalah rangkaian proses terapi, latihan atau kegiatan kepada seorang manusia yang mengalami cedera otak, penyakit, atau gangguan otak. Proses terapi, latihan atau kegiatan ini bekerja sama antara keluarga dan tenaga kesehatan professional. Tujuan dari prose terapi, latihan, atau kegiatan ini adalah bagaimana meringankan gangguan kognitif serta meningkatkan kemampuan hidup sehari – hari. Peningkatan kemampuan hidup sehari – hari, contohnya kemampuan untuk mengurus diri sendiri seperti mengkacing baju, dan sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
Neuropedagogis
atau bisa juga disebut dengan Neuroeducation yaitu Interdisipliner
yang menggabungkan bidang neurosience, psikologi dan pendidikan untuk
menciptakan peningkatan pengajaran metode dan kurikulum dalam penelitian dan
inisiatif untuk menggunakan penemuan tentang belajar , memori , bahasa ,
dan daerah lain. kognitif neuroscience bertujuan untuk
menginformasikan pendidik mengenai strategi terbaik untuk mengajar dan belajar.
Dan
hubungannya dengan Kesulitan Belajar yaitu ketika
sel saraf otak kita ada yang rusak yang terjadi pada belahan otak bagian
kanan dan belahan otak bagian kiri menyebabkan kesulitan individu dalam
melaksanakan tugas-tugas belajar yang berkaitan dengan bahasa, visual dan
auditif. Menurut Wittrock (1978) dan Gordon (1983).
Kemudian
diperkuat lagi oleh Heir dan teman-teman sejawatnya, seperti yang dikutip oleh
Lovit (1989), melakukan penelitian terhadap sejumlah penderita dyslexia dan ia
menemukan bahwa penderita dyslexia memiliki belahan otak kanan yang lebar dari
pada belahan otak kiri. Keadaan ini menjadi penyebab terjadinya kesulitan
belajar membaca.
Brain Restoration adalah upaya penanggulangan
kerusakan otak melalui rangsangan potensi kecerdasan yang masih dimiliki untuk
memaksimalkan potensi kecerdasan. Hubungannya adalah ketika Brain restoration
berlum tertanggulangi akan menghambat perkembangan otak anak terhadap proses
pendidikannya.
Daftar Pustaka
Anderson, Paul D., 1996, Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia, EGC, Jakarta
Jamaris,
Martini. 2009, Kesulitan Belajar, Yayasan
Penamas Murni, Jakarta
Jamaris,
Martini. 2010, Orientasi Baru dalam
Psikologi Perkembangan, Yayasan Penamas Murni, Jakarta
http://www.antaranews.com/berita/1323185482/kemkes-kesehatan-otak-penting-untuk-kualitas-sdm
http://optimalisasi-otak-tengah.blogspot.com/2010/07/perkembangan-otak-manusia.html