Selasa, 26 Februari 2013

Neuropedagogis


BAB II
PEMBAHASAN
   Hakikat Neuropedagogis
Ada tiga istila secara harfiah. Neuro, berarti sel syaraf otak. Dalam konteks ini, bagaimana sel-sel tersebut mencatat atau merekam informasi di sekitar kita setelah mendapatkan stimulus. Menurut para ahli neuro science, sel syaraf otak kita menerima 4 juta item informasi per detiknya. Informasi itu masuk ke dalam alam pikir kita melalui peran sel-sel syaraf atau akson. Menurut Pasiak (2004) dalam otak manusia terdapat akson yang berfungsi sebagai pemberi pesan dalam tubuh kita. Akson setelah menerima stimulus dari luar dan diproses melalui dua cara:1) sinyal listrik dan 2) sinyal kimiawi (neurotransmitter). Dengan proses listrik dan biokimiawi inilah informasi yang jumlahnya jutaan itu dicatat dan direkam. Sangat kompleks yang kita rekam, dari apa yang kita lihat, dengar, dan raba/pegang hingga apa yang kita baui dan kita rasakan melalui panca indera. Dengan kata lain, neuro berarti bagaimana sel-sel syaraf otak menerima informasi. Semua yang kita sensing melalui panca indera itu, pencatannya membutuhkan kebahasaan (linguistic) sebagai alat bantu. Inilah unsur kedua dari pengertian harfiah NLP, yakni linguistic. Tanpa bahasa otak kita tidak bisa mereprentasikan, tidak bisa menggambarkan apa kita alami. Contoh betapa bahasa akan memudahkan kita untuk merepresentasikan sesuatu peristiwa agar pikiran mudah mencatat/merekamnya. seseorang mengalami sebuah peristiwa makan pagi misalnya. Tentunya seseorang tersebut dapat melihat (potret makan pagi) dalam pikirannya. Sehingga dapat merasakannya: enak, menyenangkan, membauinya dan mendengarkan tegukan air minumnya.
Pedagogik berasal dari kata Yunani “paedos”, yang berarti anak laki-laki, dan “agogos” artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogic secara harfiah berari pembantu anak laki-laki pada jaman Yunani kuno, yang pekerjaannya mengantarkan anak majikannya ke sekolah. Kemudian secara kiasan pedagogik menurut seorang ahli, yaitu membimbing anak kearah tujuan hidup tertentu. Menurut Prof. Dr. J. Hoogveld (Belanda) pedagogic adalah ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak kearah tujuan tertentu, yaitu supaya ia kelak “mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya”. Jadi pedagogic adalah ilmu pendidikan anak.
Langeveld (1980), membedakan istilah “pedagogic” dengan istilah “pedagogi”. Pedagogic diartikan dengan ilmu pendidikan, lebih menitik beratkan kepada pemikiran, perenungan tentang pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing anak, mendidik anak. Sedangkan istilah pedagogi berarti pendidikan, yang lebih menekankan pada praktek, menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak.
Pedagogic merupakan suatu teori yang secara teliti, krisis dan objektif, mengembangkan konsep-konsepnya mengenai hakekat manusia, hakekat anak, hakekat tujuan pendidikan serta hakekat proses pendidikan. Walaupun demikian, masih banyak daerah yang gelap sebagai “terraincegnita” (daerah tak dikenal) dalam lapangan pendidikan, karena masalah hakekat hidup dan hakekat manusia masih banyak diliputi oleh kabut misteri.
Dalam bahasa inggris istilah pendidikan dipergunakan perkataan “education”, biasanya istilah tersebut dihubungkan dengan pendidikan di sekolah, dengan alasan, bahwa disekolah tempatnya anak didik oleh para ahli yang khusus mengalami pendidikan dan latihan sebagai profesi. Setelah muncul dari beberapa pengertian tentang neuro dan pedagogis, dapat disimpulkan bahwa neuropedagogis bisa disebut juga Neuroeducation yaitu Interdisipliner yang menggabungkan bidang neurosience, psikologi dan pendidikan untuk menciptakan peningkatan pengajaran metode dan kurikulum dalam penelitian dan inisiatif untuk menggunakan penemuan tentang belajar , memori , bahasa , dan daerah lain. kognitif neuroscience bertujuan untuk menginformasikan pendidik mengenai strategi terbaik untuk mengajar dan belajar. 
Semakin banyak, guru ingin dan perlu tahu tentang bagaimana siswa berpikir dan belajar. Ahli saraf, di sisi lain, ingin tahu bagaimana bisa pertanyaan guru mendorong penelitian neuroscience. Dampak post-modernism yang adalah wawasan tentang peta kompleksitas pemikiran dan praktik intelektual yang kebenarannya bertolak dari rasio dan pengetahuan melalui pengalaman menuntut kita memahami esensi pendidikan yang adalah pengembangan penalaran tentang apa yang diketahui dan yang tidak diketahui.
Penggunaan fungsi otak yang efektif dan efisien merupakan hasil dari proses interaktif yang dinamis dengan lingkungan yang mencakup ciri-ciri fisik, mental, dan emosional yang mengakibatkan integrasi yang terakselerasikan dari fungsi otak dan berakibat terhadap pemekaran kemampuan manusia secara optimal (Semiawan, C, 2005).
Paradigma baru kependidikan sebagai buah penelitian dalam penelitian neuroscience (Teagle, 1992) didasarkan pada asumsi bahwa manusia memiliki kemampuan tidak terbatas untuk belajar (limitless capacity to learn) sehingga memiliki kemampuan yang luar biasa untuk menciptakan hal-hal yang sifatnya baru.
 Neuropedagogis dan Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar atau learning disability yang biasa juga disebut dengan istilah learning disorder atau learning difficulty adalah salah satu kelainan yang membuat individu yang bersangkutan sulit untuk melakukan kegiatan pembelajaran secara efektif (Martini:2010). Faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar tidak mudah untuk ditetapkan karena faktor tersebut bersifat kompleks, bahkan faktor tersebut tidak dapat diketahui akan tetapi mempengaruhi kemampuan otak dalam enerima dan memproses imformasi dan kemampuan dalam belajar dibidang-bidang studi tertentu.
Akan tetapi kemudian ada dugaan para ahli bahwa salah satu penyebab dari kesulitan belajar disebabkan oleh minimal brain dysfunction atau disfungsi otk yang terjadi secara minimum. Oleh sebab itu, otak merupakan perangkat yang penting dn berpengaruh terhadap keberhasilan manusia dalam melakukan berbagai kegiatannya termasuk kegiatan belajar.
Hubungan neuropedagogis dengan kesulitan belajar diantara susunan syaraf pusat yang telah di teliti oleh Alfread Strauss, seorang Neurologist berkebangsaan Jerman yang berimigrasi ke U.S.A pada akhir 1930. Ia menerangkan adanya hubungan antara luka pada otak dengan penyimpangan di dalam perkembangan bahasa, persepsi dan perilaku.
Selanjutnya, strauss dan Lehtinen (1942) mengemukakan bahwa kerusakan yang terjadi pada otak yang menjadi penyebab terjadinya kelainan persepsi visual dan auditif menyebabkan terjadinya kesulitan di bidang bahasa, membaca, matematika, dan bidang lainnya. Hasil penelitian strauss mendorong lahirnya ilmu yang disebut neuropsychology.
Wittrock (1978) dan Gordon (1983) adalah para ahli yang melakukan penelitian di bidang neuropsychology dan hasil penelitian kedua tersebut mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan Strauss. Kedua ahli ini menyimpulkan bahwa belah otak bagian kiri (left hemisphere) mengatur fungsi sequential linguistic (urutan linguistik) dan verbal task (tugas verbal). Sedangkan belah otak bagian kanan (right hemisphere) mengatur auditory task (tugas auditori, visual spatial task (tugas visual spatial) dan non verbal activities (kegiatan non verbal). Kerusakan yang terjadi pada belahan otak bagian kanan dan belahan otak bagian kiri menyebabkan kesulitan individu dalam melaksanakan tugas-tugas belajar yang berkaitan dengan bahasa, visual dan auditif.
Selama bertahun-tahun berbagi ahli tergantung pada bergagai pendekatan yang lebih maju dalam usahanya untuk mengukur fungsi neurologi dalam rangka mencari informasi bahwa otak melakukan pelayanannya dengan berbagai fungsi yang dimilikinya dan bagaimana struktur. Struktur otak individu yang mengalami cidera otak berbeda dengan struktur otak individu yang tidak pernah mengalami kerusakan otak. Hasil penelitian tersebut sampai saat ini masih tetap diakui, diantaranya 60 % - 70 % individu yang kuat dalam fungsi belahan otak bagian kiri memiliki kemampuan yang tinggi di bidang bahasa, sementara itu hanya 20 % - 30 % individu yang kuat dalam fungsi belahan otak bagian kanan yang memiliki kemampuan dalam bidang bahasa. (Ojemann, 1985)
Heir dan teman-teman sejawatnya, seperti yang dikutip oleh Lovit (1989) melakukan penelitian terhadap sejumlah penderita dyslexia dan ia menemukan bahwa penderita dyslexia memiliki belahan otak kanan yang lebar dari pada belahan otak kiri. Keadaan ini menjadi penyebab terjadinya kesulitan belajar membaca. Dyslexia merupakan kondisi yang berkaitan dengan kemampuan membaca yang sangat tidak memuaskan.
Individu yang mengalami dyslexia memiliki IQ normal bahkan diatas normal, akan tetapi memiliki kemampuan membaca 1 atau 1 ½ tingkat di bawah kemampuan IQ nya. Kasus dyslexia dialami oleh 3%-6% dari jumlah penduduk. Namun  kasus yang berkaitan dengan kesulitan membaca yang tidak di golongkan ke dalam dyslexia kurang dari 50% dari jumlah penduduk. (Child Development Insitute, 2008 : 1). Siswa yang mengalami kesulitan membaca akan mengalami satu atau lebih kesulitan dalam memproses informasi, seperti kemampuan dalam menyampaikan dan menerima informasi.

Neuropedagogis dan Brain Restoration 
Menurut dr. Ratna Rosita, peran kesehatan dalam mengembangkan SDM berbasis otak dilakukan dengan mengoptimalkan upaya kesehatan otak dimulai dari sejak janin sampai lanjut usia. Sedangkan "Brain Development" adalah salah satu model pendekatan pengembangan pemberdayaan manusia berbasis otak untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas SDM.
Dalam Brain Development perkembangan otak manusia dilihat secara anatomis, secara molekuler, dan tentu secara psikologis.Yang dimaksud dengan perkembangan otak manusia secara anatomis adalah perkembangan otak manusia yang terdiri dari otak reptil, otak mamalia, dan otak neo cortex. Yang dimaksud secara molekuler adalah seperti syaraf, myelin, dendrite, hingga zat – zat yang terdapat di dalam otak. Yang dimaksud secara psikologis adalah proses kognitif, proses afektif, dan proses psikomotorik seseorang yang semuanya diatur di dalam otak. Proses brain development dibagi tiga, brain screening, brain stimulation, dan brain restoration. Brain selection atau brain screening adalah upaya penilaian potensi kecerdasan pada orang normal maupun sakit yang meliputi Penilaian potensi kecerdasan pada anak sampai lanjut usia; Penilaian potensi kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence) pada anak misalnya kecerdasan bahasa, kecerdasan matematika, ataupun kecerdasan lainnya; dan Penilaian kecerdasan kompeten pada dewasa/usia produktif. Tahapan selanjutnya atau Brain stimulation adalah upaya peningkatan kesehatan otak melalui pemberian rangsangan dengan tujuan mengoptimalkan potensi kecerdasan yang meliputi Stimulasi pada janin (dilakukan melalui brain booster, yaitu pemberian stimulasi dan nutrisi pengungkit otak untuk meningkatkan perkembangan otak janin melalui ibu hamil), Peningkatan kemampuan komunikasi anak dan remaja melalui komunikasi otak. Tahap Brain Restoration adalah upaya penanggulangan kerusakan otak melalui rangsangan potensi kecerdasan yang masih dimiliki untuk memaksimalkan potensi kecerdasan yang berbeda-beda tergantung pada usia. Brain restoration sebagai Stimulasi/rehabilitasi kognitif yang bertujuan untuk menanggulangi gangguan fungsi kecerdasan dan meningkatkan kualitas hidup penderita yang mengalami gangguan kognitif. Brain restoration yang dimaksud adalah rangkaian proses terapi, latihan atau kegiatan kepada seorang manusia yang mengalami cedera otak, penyakit, atau gangguan otak. Proses terapi, latihan atau kegiatan ini bekerja sama antara keluarga dan tenaga kesehatan professional. Tujuan dari prose terapi, latihan, atau kegiatan ini adalah bagaimana meringankan gangguan kognitif serta meningkatkan kemampuan hidup sehari – hari. Peningkatan kemampuan hidup sehari – hari, contohnya kemampuan untuk mengurus diri sendiri seperti mengkacing baju, dan sebagainya.

BAB III
KESIMPULAN


Neuropedagogis atau bisa juga disebut dengan Neuroeducation yaitu Interdisipliner yang menggabungkan bidang neurosience, psikologi dan pendidikan untuk menciptakan peningkatan pengajaran metode dan kurikulum dalam penelitian dan inisiatif untuk menggunakan penemuan tentang belajar , memori , bahasa , dan daerah lain. kognitif neuroscience bertujuan untuk menginformasikan pendidik mengenai strategi terbaik untuk mengajar dan belajar.
Dan hubungannya dengan Kesulitan Belajar yaitu  ketika sel saraf otak kita ada yang rusak yang terjadi pada belahan otak bagian kanan dan belahan otak bagian kiri menyebabkan kesulitan individu dalam melaksanakan tugas-tugas belajar yang berkaitan dengan bahasa, visual dan auditif. Menurut Wittrock (1978) dan Gordon (1983).
Kemudian diperkuat lagi oleh Heir dan teman-teman sejawatnya, seperti yang dikutip oleh Lovit (1989), melakukan penelitian terhadap sejumlah penderita dyslexia dan ia menemukan bahwa penderita dyslexia memiliki belahan otak kanan yang lebar dari pada belahan otak kiri. Keadaan ini menjadi penyebab terjadinya kesulitan belajar membaca.
Brain         Restoration adalah upaya penanggulangan kerusakan otak melalui rangsangan potensi kecerdasan yang masih dimiliki untuk memaksimalkan potensi kecerdasan. Hubungannya adalah ketika Brain restoration berlum tertanggulangi akan menghambat perkembangan otak anak terhadap proses pendidikannya.



Daftar Pustaka

Anderson, Paul D., 1996, Anatomi dan Fisiologi       Tubuh  Manusia, EGC, Jakarta
Jamaris, Martini. 2009, Kesulitan Belajar, Yayasan Penamas Murni, Jakarta
Jamaris, Martini. 2010, Orientasi Baru dalam Psikologi Perkembangan, Yayasan Penamas Murni, Jakarta
http://www.antaranews.com/berita/1323185482/kemkes-kesehatan-otak-penting-untuk-kualitas-sdm
http://optimalisasi-otak-tengah.blogspot.com/2010/07/perkembangan-otak-manusia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar